Senin, 29 Mei 2017

HUTANKU GENGGELANGKU MATA AIRKU

Genggelang - sekitar beberapa tahun ini sudah jarang terdengar suara berisik hutan dengan mesin pemotong Kayu yang super Cepat.
Dulu kata warga hutan pada malam hari bagaikan pasar malam yang di banjiri lampu dan manusia, apa itu ya aktifitas perambahan hutan dimana masyarakat berbondong-bondong memotong Kayu hutan untuk kegunanaan pribadi maupun untuk usaha.
Ketika petugas mulai masuk ke hutan untuk merazianya mereka keluar untuk beberapa saat dan masuk lagi sampai pada akhirnya petugas sudah malas untuk masuk hutan lagi.
2016 saya Ingat ada masuk yg namanya KPH rinjani barat yang misinya akan melestarikan hutan karena di dunia sedang ributnya program bernama REDD dan saya sendiri adalah fasilitator nasional mengenal Masalah penghitungan carbon.
Mereka membuat satgas yang tugasnya mengontrol hutan namun apa mereka tidak fokus ke hutan malah perambahan hutan didiamkan padahal Anggota satgas mereka adalah orang di sekeliling hutan dan warga lokal yang pasti mereka Tau ada perambahan hutan pada malam hari.
Tempos kujur merupakan sebuah Dusun kecil yang berbatasan dengan hutan lindung dimana perambahan hutan masih sering di lakukan oleh masyarakat tetangga bahkan orang di luar Kabupaten Lombok Utara yang memanfaatkan Kayu hutan lindung sebagai bisnis mereka, sampai mobil mewah pun dijadikan alay angkutan Kayu Hasil perambahan. Saya masih Ingat mobil yg bernomor polisi DR 4129 AZ ini adalah mobil kijang innova yang sering berkeliaran di hutan monggal untuk mengambil Kayu yang sudah diukur menjadi bahan yang muat dengan ukuran mobil itu.
Betapa bebasnya mereka kemana kalian para pemangku kepentingan? Apakah kalian tuli atau buta terhadap hutan kita yang mulai gundul, mata air Desa Genggelang mulai Habis apakah kita hanya Cuek dan duduk manja melihat hutan kita di rusak.

Ini hanya curhatan generasi sekarang yang miris dengan warisan efek rusaknya hutan
Salam lestari

Jumat, 14 April 2017

Istilah pribumi

Mengapa ada klaim pribumi dan non-pribumi? Apa kriteria seseorang dikategorikan sebagai pribumi atau bukan?

Jumat pagi (31/03/17) Gatot Saptono dicokok polisi di Hotel Kempinsky. Tudingannya: makar.  Gerakan yang dipimpin organisasi Gatot, Forum Umat Islam (FUI), dijadwalkan menggelar protes di depan Istana Negara. Aksi tersebut tidak dihadiri massa sebanyak yang diklaim Gatot, namun sepanjang hari itu linimasa media sosial penuh dengan foto mobil-mobil yang ditempeli stiker “pribumi.”

Aksi 313 mengusung embel-embel supremasi pribumi, sangat kontras dengan penampakannya di lapangan, juga dengan otak sekaligus juru bicara yang baru ditangkap itu. Entah sejak kapan Gatot Saptono membuat namanya jadi lebih sulit dieja: Al-khaththath. Jika kata pribumi bersinonim dengan budaya etnis setempat, entah Jawa, Sunda, atau Madura, nama “Al-khaththath” terdengar bukan pribumi, kendati tampang Al-khaththath tidak berbeda dari Jawa totok, Jawa Suriname, Jawa Gunung Kidul, atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatra).

Beberapa tahun silam, Gatot pernah aktif dalam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang memperjuangkan berdirinya khilafah. Dalam imajinasi politik HTI, demokrasi adalah sistem kafir, pembawa bencana kemanusiaan, dan umat manusia hanya bisa hidup dengan tenteram di bawah Khilafah, sejenis imperium Islam yang dibayangkan menguasai seluruh dunia, melumat batas-batas negara, etnis, bahasa, dan lain sebagainya atas nama Islam. Ide kepribumian dengan khilafah yang global dan transnasional itu tentu saja menjadi hal yang terasa tidak nyambung. Tidak jelas apakah kontradiksi itu yang menyebabkan Gatot keluar dari HTI.

Pribumi” pada dasarnya adalah klaim politik yang sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Apa kriteria seseorang sehingga ia digolongkan pribumi? Bahasakah? Asal-usul leluhurkah? Atau kewarganegaraan?

Seandainya klaim ini berpijak pada kemurnian garis keturunan, maka ada baiknya menilik pemetaan genetik yang dilakukan oleh National Geographic melalui proyek Genographic. Menurut Genographic, komposisi genetik penduduk Indonesia adalah 6 persen Arab, 6 persen Afrika, 5 persen Asia Timur, 74 persen Asia Tenggara dan Oseania, dan 9 persen Asia Selatan. Komposisi ini merujuk pada penduduk di pulau-pulau Indonesia bagian Barat. Jelas, tidak ada bau pribumi di sini.

Yang jelas, kewarganegaraan Indonesia tidak menyebut pribumi dan non-pribumi. Yang membedakan pribumi dan non-pribumi adalah kewarganegaraan Hindia-Belanda, di mana warga kelas satu adalah orang Eropa dan Jepang; kelas dua orang-orang Asia Timur dan Arab; kelas tiga orang Betawi, Jawa, Sunda, Bugis, dst. Yang ambigu, orang Indo, orang Cina peranakan, orang Indo-Hadrami, niscara dianggap rendahan karena tidak masuk dalam tiga kategori saklek tersebut. Namun, ketiga kategori itu juga menandakan hirarki kelas dan profesi. 

Di Hindia-Belanda, Jepang masuk ke dalam warga kelas satu setelah menang dalam perang melawan Rusia pada 1905 dan mulai menjadi kekuatan ekonomi dunia yang diperhitungkan, sementara orang-orang Tionghoa dan Arab masuk kelas dua karena mayoritas dari mereka berdagang. Ada banyak orang-orang yang lantas disebut “bumiputera” atau kemudian “pribumi” dipekerjakan di perkebunan sebagai kuli, tapi banyak pula dari golongan elit bangsawan mereka yang bekerja sebagai administratur kolonial hingga berakhirnya kekuasaan Belanda.

Klaim Politik

Sebagai klaim politik, istilah pribumi seringkali dimobilisasi dalam kerangka pertarungan di lapangan ekonomi. Seringkali dengan nada rasis, namun ada saatnya pula tanpa rasisme.

Di banyak negeri Amerika Latin, misalnya, semakin putih kulit seseorang, semakin elit pula kedudukan kelasnya; semakin gelap, semakin ia menempati posisi kelas bawah. Yang pertama bagian dari kelompok elit bisnis dan politik, sementara yang terakhir bekerja sebagai kuli perkebunan—atau lebih ekstrem lagi dalam kasus masyarakat adat (indigenous) yang disingkirkan dan dibantai, seperti di Guatemala pada era kediktatoran Rios Montt. Seperti di Indonesia, kolonialisme melahirkan kelindan ras dan kelas.

Tidak mengherankan jika banyak gerakan kiri Amerika Latin, dari yang dipimpin Fidel Castro di Kuba  hingga Subcommandante Marcos di Chiapas, sekalipun banyak pemimpin mereka berasal dari kelas elit kulit putih, membela hak-hak masyarakat adat dan menuntut agar mereka diberi status kewarganegaraan yang setara. Mereka sadar bahwa yang perlu diubah adalah struktur ekonomi-politik—dan itu tidak dilakukan dengan pemusnahan etnis atau diskriminasi ras atas kelompok sosial berkulit cerah yang dianggap elit, yang notabene tidak akan pernah memperbaiki nasib orang ‘pribumi’ yang juga memiliki elit-elit yang tak kalah brengsek.     

Sama halnya dengan Indische Partij, kelompok politik pertama di Indonesia yang secara eksplisit menghendaki kemerdekaan Indonesia. Didirikan pada 1912 oleh E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Ki Hadjar Dewantara. Indische Partij beranggotakan 7000 orang yang berasal dari berbagai etnis, ras, dan kelompok sosial lainnya. Apakah Indische Partij menginginkan Indonesia merdeka dibangun atas dasar kepribumian? Tidak. Perhatian mereka tertuju pada eksploitasi ekonomi yang langgeng di bawah kolonialisme.

Sikap menuntut kesetaraan yang sama ditujukkan oleh African National Congress (ANC) yang dipimpin oleh Nelson Mandela ketika memperjuangkan penghapusan apartheid di Afrika Selatan. Lawan Mandela ANC pada saat itu tidak hanya berasal dari para politisi kulit putih yang masih percaya bahwa orang Eropa memegang supremasi kultural terhadap kulit hitam, melainkan juga dari ningrat-ningrat kulit hitam yang meyakini sistem apartheid mampu menjaga ‘kemurnian’ budaya ‘pribumi’ suku Zulu dan Xhosa dari penetrasi budaya ‘Barat’. Belakangan, Raja Zulu Goodwill Zwelithini menuai kecaman akibat melontarkan komentar di hadapan publik bahwa Afrika Selatan pada masa apartheid lebih baik ketimbang Afrika Selatan pasca-Mandela.

Kembali ke Indonesia. Adalah ironi ketika segala klaim rasis kepribumian ini justru terjadi di kota-kota besar, khususnya Jakarta. Bukan di kalangan masyarakat adat di Papua, Kalimantan, atau di Sumatera Selatan, yang memperjuangkan kepemilikan tanah komunal agar tak dirampas bisnis-bisnis besar untuk pembangunan pabrik, tambang, atau kebun sawit. Jika kepribumian bisa diukur menurut parameter keaslian dan keberjarakan dari kultur asing, apa yang kurang pribumi dari masyarakat adat? Rasisme, dan segala bentuk permusuhan terhadap apa yang dianggap budaya asing, justru tidak hadir dalam perjuangan Suku Anak Dalam, Suku Amungme, dan orang-orang Samin.

Kita tentu ingat bahwa agenda-agenda mereka tidak pernah disebut dalam aksi 313, 414, 212, dan aksi-aksi bernomor cantik lainnya. 

Senin, 27 Maret 2017

Kamus Besar Bahasa Indonesia Punya 17 Kata Baru yang Unik

Pernah dengar kata Pramusiwi? Pranala? Gawai? Kata-kata tersebut adalah kata-kata baru di Bahasa Indonesia, yang muncul bersamaan dengan era teknologi saat ini. Kata-kata tersebut digunakan untuk menggantikan kebiasaan kita menggunakan Bahasa Inggris.

Kata seperti "Unduh" yang menggantikanDownload, "Unggah" yang menggantikanUpload, "Simpan" yang menggantikan Save, dan "Potong" yang menggantikan Cut,sudah sering kita gunakan dalam penggunaan teknologi.

Ternyata masih ada beberapa kata yang terlalu baru dan unik bermunculan dalam KBBI. Berikut penulis paparkan beberapa kata baru yang masih begitu jarang digunakan.

- *Gawai*

Gawai adalah kata yang digunakan untuk menggantikan kata Gadget. Jangan terkejut, karena gawai juga memiliki arti sebagai perkakas atau alat.

Ponsel, laptop, tab, komputer dan sebagainya secara tidak langsung juga berupa alat atau perkakas. Kata Gadget, atau sering dieja gejed, sudah terlalu terbiasa diucapkan oleh masyarakat Indonesia. Saat ini, media cetak dan daring nasional sudah mulai menggunakan kata Gawai untuk menggantikan Gadget.

- *Pramusiwi

Masih terbiasa menyebut kata babysitter untuk penjaga dan pengasuh bayi? Tenang. Dalam Bahasa Indonesia, babysitter berarti Pramusiwi. Biasakan, yah.

- *Tetikus*

Ehm, silakan arahkan kursor tetikus Anda ke sudut kiri situs ini. Kalian tahu apa arti tetikus, kan?

- *Warganet*

Warganet muncul untuk menggantikan kata Netizen. Sebelumnya, kata Netizen juga muncul sebagai plesetan dari kata Citizendi internet. Jadi, siap-siap mendirikan RW (Rukun Warganet) di grup Facebook Anda.

- *Pranala*

Kata Pranala muncul untuk menggantikan kata Hyperlink atau Link, yang sudah terbiasa disebut dalam bahasa IT.

- *Daring* dan *Luring*

Daring muncul untuk menggantikan online. Daring juga akronim dari dalam jaringan. Sedangkan Luring adalah akronim dari luar jaringan muncul untuk menggantikan kata offline.

- *Swafoto*

Swafoto berarti foto sendiri, atau mengambil foto dengan usaha sendiri. Kata ini muncul untuk menggantikan kata selfie.

- *Peladen*

Mirip profesi seseorang yang bertugas untuk meladeni. Tapi, faktanya kata peladen muncul untuk menggantikan kataserver.

- *Komedi Tunggal*

Frase ini muncul untuk menggantikan frasestand up comedy yang sebenarnya kalau dialihbahasakan menjadi komedi berdiri.

- *Saltik*

Seperti daring dan luring, kata Saltik juga merupakan akronim, yang berarti Salah Ketik. Langsung tahu kan, kata ini untuk menggantikan kata apa?

- *Derau*

Noise yang sebenarnya berarti ribut, sering pula digunakan untuk suara yang tidak diperlukan dalam satu rekaman suara atau video. Kata noise itu digantikan oleh kata Derau.

- *Pratayang*

Anda masih sering menggunakan kata Preview? Silakan gantikan dengan kata Pratayang.

- *Hektare*

Ini sebenarnya kata lama, hektar, tapi perbedaannya adalah huruf 'e', untuk kata ini tetap ditulis dan tetap dibaca.

- *Portofon*

Kata ini muncul untuk menyebut Handy Talkie (atau HT) dalam bahasa Indonesia.

- *Mangkus* dan *Sangkil*/

Kalian tahu, mangkus berarti efektif, sangkil berarti efisien. Begitu saja singkatnya.

- *Narahubung*

Kata ini digunakan untuk menggantikan frasa contact person.

- *Pelantang*

Kata ini digunakan untuk menggantikan kata Microphone.

Masih banyak kata lainnya, yang masih belum dikenal luas, dan digunakan warga Indonesia seluruhnya. Beberapa ahli bahasa, media, penulis, wartawan, dan pengguna bahasa lainnya sudah menggunakannya.

Rabu, 01 Maret 2017

KALIMBOKAR, CARA TERBAIK MENIKMATI ALAM GENGGELANG

Gangga waterfall mungkin jadi asa pertama yang muncul ketika menyebut Desa Genggelang.
Telah terlalu lama jadi angan yang melekat , kini saatnya kamu menggeser atau setidaknya menambahkan ingatan akan kawasan wisata tetangga desa gondang ini. Diantara sejumlah nama, kalimbokar bisa jadi alternatif menarik untuk di kunjungi.
Berada di Dusun Gitak Demung Desa Genggelang Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara. Kalimbokar biasa di gunakan warga untuk mandi. Karena air terlihat hijau sehingga akan menarik pelancong untuk datang. Tidak jauh dari lokasi kalian akan di manjakan dengan air terjun Tiu Lesong yang hanya bisa di nikmati dari atasnya walau hanya 20 meter dan masih satu aliran dengan Kalimbokar.
Untuk menuju lokasi kamu harus melewati kebun warga dan menuruni bukit, lengkap dengan sejumlah kelokan tajam. Hati-hati jadi satu keharusan disini mengingat kalian akan menemukan wisata ini ketika musim hujan saja. Terdengar cukup menantang memang, tapi sensas i perjalanan juga berhiaskan panorama memukau dengan hijau sebagai warna dominan.
Kesan dingin namun sejuk mungkin jadi sensasi yang pertama menjalar ketika bersentuhan dengan air disini. Bukan hanya untuk mandi, kamu juga bisa meminum langsung airnya. Berbaring di bebatuan tak bisaterelak ketika menghabiskan waktu di destinasi yang masih belum di kenal banyak orang ini.
Berdekatan dengan pasar Desa Genggelang , akses ke tempat ini akan lebih mudah jika menggunakan kendaraan roda dua. Namun tak mengapa menggunakan roda empat dengan catatan harus sedikit berolah raga dengan berjalan kakidari tempat parkir.
Tertarik singgah?

Minggu, 19 Februari 2017

Tiu tiding

1minggu sudah direncanakan kebetulan saya ikut sebagai panitia grand opening pasar desa genggelang kec. Gangga KLU.
Perjalanan 19 km dari titik dimana kami kumpul, perjalanan yg sudah pasti rusak karena arah kesana menuju HKM dan hutan lebat. Rasa takut dan penasaran melekat di kami karena ada beberapa kawan yg tak terbiasa dgn jalur jelek dan lokasi hutan.
1 jam perjalanan kami tiba di lokasi parkir dan 10 menit jalan kaki menuju lokasi kemah. Sampai di lokasi ternyata kami berada di atas tebing yg curam kalau tidak hati-hati nyawa bakal hilang. Di samping tenda kami tanpa sadar melihat air terjun yg masih alami dan tinggi mungkin saja perhitungan saya bisa jadi ini air terjun tertinggi di pulau lombok.
Tiu tiding namax dalam bahasa lokal tiu artix air terjun dan tuding artix tebing, jadi tiu tiding adalah air terjun yg bentukx tebing semua.
Putus dulu lupa konsep.hehe